Dulu dan Sekarang di Desa Baturijal
Baturijal adalah sebuah
nama desa yang terletak di Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Desa ini
berada di tepi Batang Kuantan dan disana terdapat sebuah kehidupan. Dalam
kesehariannya, Baturijal tidak dapat dipisahkan dengan Batang Kuantan.
Baturijal dan Batang Kuantan sudah menyatu, karena Batang Kuantanlah desa
Baturijal itu ada, tumbuh dan berkembang. Batang Kuantan merupakan sarana
transportasi utama bagi masyarakat Baturijal. Dengan menggunakan perahu sebagai
kendaraan yang mampu membawa barang dagangan ke pedalaman sampai ke Teluk
Kuantan yang berjarak mungkin kurang lebih 300 KM dari pantai.
Di tepi Kuantan ini ada
masjid Raya kenegerian Baturijal berdiri. Masjid ini merupakan sebuah masjid
pusaka peninggalan orang-orang dahulu yang berusia 200 tahun dan sudah berulang
kali renovasi. Disebelah timur masjid ada sebuah kolam, untuk tempat berwudhu
atau sekedar mencuci kaki, namun masyarakat lebih senang turun berwudhu ke
Batang Kuantan. Padahal ketika musim kemarau tiba, tebing itu benar-benar
tinggi jika mau kebawah harus menuruni paling tidak 20 anak tangga yang terbuat
dari batang kelapa yang paling tinggi. Selain adanya masjid di Tepi Kuantan ini
juga terdapat pasar. Namun pasar ini tidak berkembang dan tutup dengan
sendirinya.
Selain itu desa
Baturijal termasuk desa yang unik dimana bahasanya berbeda dengan yang ada di
desa yang mengapitnya yaitu disebelah hilir ada Peranap dan disebelah hulu ada
Cerenti. Mereka mengatakan ambo, den,
atau deyen untuk orang pertama
tunggal, sedangkan untuk orang kedua tunggal mereka menyebutnya waang. Hal ini berbeda dengan Baturijal,
kalau orang Baturijal untuk kata ganti orang pertama tunggal panggilannya
adalah ngan, sedangkan untuk kata
ganti orang kedua tunggal khusus untuk laki-laki mereka menyebutnya kan, sedangkan untuk perempuan mereka
menyebutnya kau. Sedangkan untuk kata
ganti orang kedua jamak mereka menyebutnya klen.
Keunikan yang lain
dapat kita lihat dari percakapan sehari-hari yang digunakan orang Peranap dan
orang Cerenti, yang hampir sama dengan orang Minang. Perbedaannya hanya pada
huruf e pada suku pertama sedangkan orang Minang mengucapkannya dengan a.
Misalnya dekat dalam bahasa Indonesia, orang Peranap dan orang Cerenti
menyebutnya dengan dokek, sedangkan
orang Minang menyebutnya dengan dakek.
Sedangkan pengucapan orang Baturijal tetap dekat
sama dengan aslinya dari Bahasa Indonesia.
Dalam segi panggilan
orang Baturijal selalu mengaitkan dengan urutan kelahiran. Yang paling tua atau
tuo dipanggil Wo, sedangkan yang paling
muda atau mudo dipanggil Do. Antara
yang tua dan yang muda ada yang tengah dipanggil Ngah, sedangkan untuk panggilan nomor empat di panggil Cik atau paling kecik. Jika anaknya
lebih dari empat maka panggilannya tidak terlalu terikat.
Tapi sekarang
panggilan-panggilan seperti itu sudah jarang bisa kita temui meskipun ada, tapi
hanya segelintir orang yang masih menggunakannya sebab anak-anak zaman sekarang
diajarkan untuk memanggil orangtuanya dengan panggilan yang sudah kekinian. Ada
yang memanggil mama, papa, umi, abi, papi, mami, ayah, bunda dan sebagainya. Sehingga
panggilan yang biasannya digunakan dengan menyebut mak dan abah sekarang telah
berubah. Dan dari segi bahasa yang digunakan telah jarang masyarakat
menggunakan bahasa Baturijal, mereka kebanyakan menggunakan bahasa-bahasa ibukota
seperti dong, sih, lu dan gue. Hal ini didapatkan dari sinetron
yang ditayangkan ditelevisi.
Perkembangan desa
Baturijal ikut dan sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi. Dengan
masuknya listrik, tayangan TV setiap saat sudah menjadi biasa dan bisa menjadi
kebutuhan masyarakat. Kalau dulu, selepas magrib anak-anak di bawah umur 10
tahun belajar mengaji tapi sekarang menonton TV. Dulu anak-anak remaja
rata-rata pandai berenang karena asik bermain disekitaran Batang Kuantan, tapi
sekarang anak-anak remaja malah asik bermain Play Station. Dulu dan sekarang cara berfikirnya sudah berubah 180
derajat. Dulu, kalau masih dapat dibuat mengapa membeli. Sekarang, kalau masih
dapat dibeli mengapa susah-susah membuat.
Tidak hanya itu saja
dulu apabila bulan puasa telah tiba, masyarakat Baturijal selalu menyambutnya
dengan luar biasa seperti Mandi Balimau, teraweh dan tadarus, perang bedil
buluh, syafari ramadhan, memasang sejedah mengharap berkah, melemang dan
gelamai, takbir keliling, serta halal bi halal. Namun sekarang semuanya telah
berbeda kebanyakan keluarga di Baturijal rata-rata menjadi pengawai dan
sebagian ada juga yang tinggal di kota-kota sehingga tidak semua dapat pulang
kampung pada saat bulan puasa. Paling-paling pulang pada waktu hari raya saja.
Sekolah pun tidak libur sebulan penuh, paling-paling hanya awal dan akhir di
bulan puasa saja yang libur sehingga membuat bulan puasa dulu dan sekarang
telah jauh berbeda.
Itulah sebagian kecil
perubahan-perubahan yang terjadi di desa Baturijal. Dan sekarang pun Batang
Kuantan telah menjadi sebuah kenangan dimana yang dulunya banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitar untuk minum, mandi, mencuci dan sebagainya tapi
sekarang jangankan diminum, untuk mandi saja airnya sudah keruh. Yang dulunya
air deras, jernih mengalir tapi sekarang sudah berubah menjadi tenang. Yang
dulunya berkilauan karena sinar bulan purnama tapi sekarang menjadi kelam dan
sirna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar