Jumat, 19 Mei 2017

Tugas Uas Membuat Esai



Dulu dan Sekarang di Desa Baturijal





Baturijal adalah sebuah nama desa yang terletak di Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Desa ini berada di tepi Batang Kuantan dan disana terdapat sebuah kehidupan. Dalam kesehariannya, Baturijal tidak dapat dipisahkan dengan Batang Kuantan. Baturijal dan Batang Kuantan sudah menyatu, karena Batang Kuantanlah desa Baturijal itu ada, tumbuh dan berkembang. Batang Kuantan merupakan sarana transportasi utama bagi masyarakat Baturijal. Dengan menggunakan perahu sebagai kendaraan yang mampu membawa barang dagangan ke pedalaman sampai ke Teluk Kuantan yang berjarak mungkin kurang lebih 300 KM dari pantai.
Di tepi Kuantan ini ada masjid Raya kenegerian Baturijal berdiri. Masjid ini merupakan sebuah masjid pusaka peninggalan orang-orang dahulu yang berusia 200 tahun dan sudah berulang kali renovasi. Disebelah timur masjid ada sebuah kolam, untuk tempat berwudhu atau sekedar mencuci kaki, namun masyarakat lebih senang turun berwudhu ke Batang Kuantan. Padahal ketika musim kemarau tiba, tebing itu benar-benar tinggi jika mau kebawah harus menuruni paling tidak 20 anak tangga yang terbuat dari batang kelapa yang paling tinggi. Selain adanya masjid di Tepi Kuantan ini juga terdapat pasar. Namun pasar ini tidak berkembang dan tutup dengan sendirinya.
Selain itu desa Baturijal termasuk desa yang unik dimana bahasanya berbeda dengan yang ada di desa yang mengapitnya yaitu disebelah hilir ada Peranap dan disebelah hulu ada Cerenti. Mereka mengatakan ambo, den, atau deyen untuk orang pertama tunggal, sedangkan untuk orang kedua tunggal mereka menyebutnya waang. Hal ini berbeda dengan Baturijal, kalau orang Baturijal untuk kata ganti orang pertama tunggal panggilannya adalah ngan, sedangkan untuk kata ganti orang kedua tunggal khusus untuk laki-laki mereka menyebutnya kan, sedangkan untuk perempuan mereka menyebutnya kau. Sedangkan untuk kata ganti orang kedua jamak mereka menyebutnya klen.
Keunikan yang lain dapat kita lihat dari percakapan sehari-hari yang digunakan orang Peranap dan orang Cerenti, yang hampir sama dengan orang Minang. Perbedaannya hanya pada huruf e pada suku pertama sedangkan orang Minang mengucapkannya dengan a. Misalnya dekat dalam bahasa Indonesia, orang Peranap dan orang Cerenti menyebutnya dengan dokek, sedangkan orang Minang menyebutnya dengan dakek. Sedangkan pengucapan orang Baturijal tetap dekat sama dengan aslinya dari Bahasa Indonesia.
Dalam segi panggilan orang Baturijal selalu mengaitkan dengan urutan kelahiran. Yang paling tua atau tuo dipanggil Wo, sedangkan yang paling muda atau mudo dipanggil Do. Antara yang tua dan yang muda ada yang tengah dipanggil Ngah, sedangkan untuk panggilan nomor empat di panggil Cik atau paling kecik. Jika anaknya lebih dari empat maka panggilannya tidak terlalu terikat.
Tapi sekarang panggilan-panggilan seperti itu sudah jarang bisa kita temui meskipun ada, tapi hanya segelintir orang yang masih menggunakannya sebab anak-anak zaman sekarang diajarkan untuk memanggil orangtuanya dengan panggilan yang sudah kekinian. Ada yang memanggil mama, papa, umi, abi, papi, mami, ayah, bunda dan sebagainya. Sehingga panggilan yang biasannya digunakan dengan menyebut mak dan abah sekarang telah berubah. Dan dari segi bahasa yang digunakan telah jarang masyarakat menggunakan bahasa Baturijal, mereka kebanyakan menggunakan bahasa-bahasa ibukota seperti dong, sih, lu dan gue. Hal ini didapatkan dari sinetron yang ditayangkan ditelevisi.
Perkembangan desa Baturijal ikut dan sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi. Dengan masuknya listrik, tayangan TV setiap saat sudah menjadi biasa dan bisa menjadi kebutuhan masyarakat. Kalau dulu, selepas magrib anak-anak di bawah umur 10 tahun belajar mengaji tapi sekarang menonton TV. Dulu anak-anak remaja rata-rata pandai berenang karena asik bermain disekitaran Batang Kuantan, tapi sekarang anak-anak remaja malah asik bermain Play Station. Dulu dan sekarang cara berfikirnya sudah berubah 180 derajat. Dulu, kalau masih dapat dibuat mengapa membeli. Sekarang, kalau masih dapat dibeli mengapa susah-susah membuat.
Tidak hanya itu saja dulu apabila bulan puasa telah tiba, masyarakat Baturijal selalu menyambutnya dengan luar biasa seperti Mandi Balimau, teraweh dan tadarus, perang bedil buluh, syafari ramadhan, memasang sejedah mengharap berkah, melemang dan gelamai, takbir keliling, serta halal bi halal. Namun sekarang semuanya telah berbeda kebanyakan keluarga di Baturijal rata-rata menjadi pengawai dan sebagian ada juga yang tinggal di kota-kota sehingga tidak semua dapat pulang kampung pada saat bulan puasa. Paling-paling pulang pada waktu hari raya saja. Sekolah pun tidak libur sebulan penuh, paling-paling hanya awal dan akhir di bulan puasa saja yang libur sehingga membuat bulan puasa dulu dan sekarang telah jauh berbeda.
Itulah sebagian kecil perubahan-perubahan yang terjadi di desa Baturijal. Dan sekarang pun Batang Kuantan telah menjadi sebuah kenangan dimana yang dulunya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk minum, mandi, mencuci dan sebagainya tapi sekarang jangankan diminum, untuk mandi saja airnya sudah keruh. Yang dulunya air deras, jernih mengalir tapi sekarang sudah berubah menjadi tenang. Yang dulunya berkilauan karena sinar bulan purnama tapi sekarang menjadi kelam dan sirna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar