Novel Ayat-ayat Cinta ini ditulis oleh Habiburrahman El
Shirazy yang menceritakan tentang kisah seorang mahasiswa bernama Fahri bin
Abdullah Shiddiq. Fahri adalah seorang mahasiswa Universitas Al-azhar, Mesir.
Di sana dia bertemu dengan seorang gadis bernama Nurul dan dia menyukai Nurul
tersebut. Namun, Fahri sadar dia hanya seorang anak petani. dan tiba-tiba Aisha
muncul dan setelah melihat Aisha Fahri tidak bisa membohongi hatinya. Dia
menyukai Aisha. Akhirnya mereka berdua menikah, dijodohkan oleh pamannya Aisha.
Dan mereka hidup bahagia.
Nah, dari sinopsis singkat tersebut dapat kita simpulkan
bahwa tema dalam cerita tersebut ialah kisah perjuangan Fahri dalam menuntut
ilmu selama di Kairo, Mesir. Sedangkan tokoh-tokoh dalam novel ini ada Fahri,
Maria, Aisha, Noura, Tuan Boutros, dan Madame Nahed. Dimana dalam tokoh Fahri
ini mempunyai sifat peduli dan peka terhadap orang lain, hal ini dapat kita
buktikan dalam kutipan novel di halaman 136 “ Aku merasakan apa yang Naoura rasakan”. Selanjutnya tokoh Maria ini mempunyai sifat
yang agak kritis, hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 26 “Fahri, aku geli sekali mendengar perkataan
doktor Sorbonne itu. Dia orang Arab, juga muslim. Tapi bagaimana bisa
mengatakan hal yang stupid begitu. Aku saja yang koptik bisa merasakan betapa
indahnya al-quran dengan alif laam miim”. Seterusnya ada tokoh yang bernama
Aisha dimana dia memiliki sifat yang penurut, dimana dalam kutipan novel ini
terdapat di halaman 382 “Aisha, temani
Maria dan ceritakan padanya semua yang sedang aku alami.. insya Allah, aku akan
melakukan tugasku dengan baik....”. Kemudian ada tokoh yang bernama Noura,
dia mempunyai sifat penakut, hal ini dapat kita temukan dalam kutipan novel di
halaman 256 “ Mereka menanyakan
padaku siapa yang telah menghamiliku. Aku tak mau berterus terang bahwa
Bahadur yang menghamiliku dengan memperkosaku...”. selanjutnya ada Tuan
Boutros, beliau mempunyai sifat yang kalem, dimana dalam novel ini terdapat
kutipan yang menggambarkan bahwa dirinya kalem di halaman 125 “Tuan Boutros menggurutu giginya....tapi
mukanya tetap tenang memendang ke depan...”. Dan terakhir ada tokoh yang
bernama Madame Nahed, beliau mempunyai sifat penyayang, hal ini dapat
dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 366 “ Tolonglah, aku tak mau kehilangan Maria”. Jadi dapat kita simpulkan
bahwa penokohan yang ada disetiap tokoh tampak jelas dalam kutipan novel ini.
Selanjutnya kita dapat mengetahui setting atau latar tempat
dalam novel ini yang pertama di Kairo, Mesir. Hal ini dapat dibuktikan dalam
kutipan novel di halaman 15 “Tengah hari
ini, kota Kairo seakan membara. Matahari berpijar ditengah petala langit.
Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi.”. yang kedua di
Masjid. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 29 “Panggilan iqamat terdengar bersahut-sahutan.
Panggilan mulia itu terdengar sangat menentramkan hati. Pintu-pintu meraih
kebahagiaan dan kesejahteraan masih terbuka lebar-lebar. Kupercepat langkah.
Tiga puluh meter di depan adalah Masjid Al-Fath Al-Islami”. Yang ketiga di
Rumah sakit. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 45 “Menjelang maghrib Dokter Ramzi Shakir
memberi tahu setelah melihat hasil foto CT scan kepalaku, aku harus dioperasi.
Ada gumpalan darah beku yang harus dikeluarkan”. Yang keempat di Restoran.
Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 285 “Akhirnya tian Boutros memarkir mobilnya di
halaman sebuah restoran mewah. Cleopatra restaurant namanya. Terletak di
pinggir sungai Nil. Bersebelahan dengan good shot dan maadi yacht club”.
Yang kelima di San Stefano, Alexandria. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan
novel di halaman 293 “Selesai pelatihan
kami mempersiapkan segala sesuatu untuk pergi ke Alexandria. Dengan cermat
Aisha mendata semua keperluan yang harus dibawa”. Dan yang terakhir di
penjara. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 256 “Aku dibawa ke markas polisi Abbasca. Diseret
seperti anjing kurap. Lalu diinterogasi habis-habisan, dibentak-bentak,
dimaki-maki dan disumpah serapahi dengan kata-kata kotor”.
Selanjutnya latar waktu, dimana waktu yang digunakan dalam
novel ini ada siang, petang, dan sore. Disini dapat kita buktikan langsung
dalam kutipan yang menunjukkan bahwa pada saat itu waktu menunjukkan siang hari
ada di halaman 15 “Tengah hari ini, kota
Cairo seakan membara. Matahari berpijar ditengah petala langit. Seumpama lidah
api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seakan menguapkan
bau neraka”. Kalau sore hari ada di halaman 375 “Tepat saat adzan ashar berkumandang mereka sampai di masjid tempat akad
nikah akan dilangsungkan”. Kalau petang hari ada di halaman 45 “Menjelang maghrib Dokter Ramzi Shakir
memberi tahu setelah melihat hasil foto CT scan kepalaku, aku harus dioperasi”.
Kemudian ada latar suasana, dimana suasana yang digunakan
dalam cerita tersebut ada yang menyedihkan, menyenangkan, dan menegangkan. Hal
ini dapat kita buktikan dalam kutipan di halaman 402 yang sangat menyedihkan
karena kehilangan seseorang “Ia tetap
tersenyum. Menatapku tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak
lama kemudian kedua matanya yang benig itu tertutup rapat, kuperiksa nafasnya
telah tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar
detaknya. Aku tak kuasa menahan derasnya lelehan airmata. Aisha juga. Inna
lillahi wa inna ilaihi raajiun”. Selanjutnya suasana yang menyenangkan,
terdapat dalam kutipan di halaman 375 “Tepat
saat adzan ashar berkumandang mereka sampai di masjid tempat akad nikah akan
dilangsungkan. Sudah banyak teman-teman mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Turki yang sampai di
sana. Aisha dan dua bibinya langsung
menuju lantai dua tempat jamaah wanita. Acara dilangsungkan di depan mihrab
masjid. Syaikh Ustman, Syaikh Prof.Dr. Abdul Ghafur Jafar, Bapak Atdikbud,
Eqbal Hakan Erbakan, Akbar Ali dan beberapa syaikh Mesir yang diundang
Syaikh Ustman duduk dengan khidmat tepat di depan mihrab menghadap ke arah
jamaah dan hadirin yang memenuhi masjid”. Sedangkan suasana yang
menegangkan terdapat dalam kutipan pada halaman 343 “Persidangan kedua sangat menegangkan. Tuan Boutros hadir memberikan kesaksiannya. Beliau membantah
keteranagn Noura”. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa dari setiap
kutipan-kutipan di atas tampak jelas latar tempat, waktu dan suasana yang
digunakan dalam novel tersebut.
Selanjutnya dalam novel ini menggunakan alur campuran, pada
awalnya saya mengira bahwa novel ini mnggunkan alur maju, tapi setelah saya
baca dengan teliti di sisi lain pengarang juga sering memperlihatkan kisah masa
lalu dari tokoh-tokoh novel tersebut, sehingga saya ikut terhanyut flashback ke
masa lalu itu. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan dalam novel ini.
Kutipan tersebut terdapat di halaman 73 “sedangkan
Saiful yang waktu SMP pernah di ajak ayahnya ke Turki bercerita tentang
indahnya malam di teluk Borpolus. Ia bercerita detil teluk Borpolus. Lalu
mengajak kami membayangkan bagaimana Sultan Muhammad Al-Fatir Konstantinopel
dengan memindahkan puluhan kapal di malam hari lewat daratan dan menjadikan
kapal itu jembatan untuk menembus benteng pertahanan Konstantinopel”. Dan
dalam novel ini sudut pandang yang di pakai oleh pengarang adalah sudut pandang
orang pertama pelaku utama. Sebab
kata-kata yang digunakan dalam novel ini menggunakan kata “Aku”. Hal ini menunjukkan
bahwa pengarang menceritakan peristiwa-peristiwa dan persoalan-persoalan yang
menyangkut diri pelaku secara lebih jelas. Hal ini tampak jelas dalam kutipan
dalam novel ini di halaman 18 “aku
sedikit ragu mau membuka pintu. Hatiku ketar-ketir. Angin sahara terdengar
mendesau-desau. Keras dan kacau. Tak bisa dibayangkan betapa kacaunya di luar
sana.”. Adapun gaya bahasa yang di pakai dalam novel ini adalah gaya bahasa
hiperbola, asosiasi, dan personifikasi. Hal ini dapat kita temukan dalam
kutipan-kutipan yang ada didalam novel tersebut. Kutipannya terdapat di halaman
15 " Tengah hari ini, kota Kairo
seakan membara” kutipan kedua “Matahari
berpijar ditengah petala langit” dan kutipan ketiga “Tanah dan pasir seakan menguapkan bau neraka”. Sedangkan gaya
bahasa yang asosiasi terdapat di halaman 15 “Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi.” Dan
terakhir gaya bahasa yang menggunakan personifikasi yang terdapat dalam kutipan
novel di halaman 15 “Hembusan angin
sahara disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin tinggi
dari detik ke detik.”. Dari semua kutipan-kutipan yang sudah dipaparkan
tampak jelas bahwasanya dalam novel ini memang menggunakan beberapa gaya bahasa
yang digunakan.
Terakhir amanat yang disampaikan oleh pengarang melalui
novel ayat-ayat cinta ini adalah selalu berusaha dan bekerja keras jika kamu
ingin mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan harus selalu bersabar dalam
menghadapi kehidupan serta ikhlas dalam menjalaninya dan jangan mudah putus asa
sebab dalam merencanakan sesuatu pasti akan ada halangan yang menghadang tujuan
yang ingin dicapai.
Itulah hasil kritik objektif yang saya dapatkan berdasarkan
unsur intrinsik dalam novel ayat-ayat cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
*bagian
tugas mata kuliah kritik & essai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar