Jumat, 05 Mei 2017

Kritik Sastra dalam Kajian Objektif Novel "Ayat-ayat Cinta" Karya Habiburrahman El Shirazy



Novel Ayat-ayat Cinta ini ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy yang menceritakan tentang kisah seorang mahasiswa bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq. Fahri adalah seorang mahasiswa Universitas Al-azhar, Mesir. Di sana dia bertemu dengan seorang gadis bernama Nurul dan dia menyukai Nurul tersebut. Namun, Fahri sadar dia hanya seorang anak petani. dan tiba-tiba Aisha muncul dan setelah melihat Aisha Fahri tidak bisa membohongi hatinya. Dia menyukai Aisha. Akhirnya mereka berdua menikah, dijodohkan oleh pamannya Aisha. Dan mereka hidup bahagia.
Nah, dari sinopsis singkat tersebut dapat kita simpulkan bahwa tema dalam cerita tersebut ialah kisah perjuangan Fahri dalam menuntut ilmu selama di Kairo, Mesir. Sedangkan tokoh-tokoh dalam novel ini ada Fahri, Maria, Aisha, Noura, Tuan Boutros, dan Madame Nahed. Dimana dalam tokoh Fahri ini mempunyai sifat peduli dan peka terhadap orang lain, hal ini dapat kita buktikan dalam kutipan novel di halaman 136 “ Aku merasakan apa yang Naoura rasakan”.  Selanjutnya tokoh Maria ini mempunyai sifat yang agak kritis, hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 26 “Fahri, aku geli sekali mendengar perkataan doktor Sorbonne itu. Dia orang Arab, juga muslim. Tapi bagaimana bisa mengatakan hal yang stupid begitu. Aku saja yang koptik bisa merasakan betapa indahnya al-quran dengan alif laam miim”. Seterusnya ada tokoh yang bernama Aisha dimana dia memiliki sifat yang penurut, dimana dalam kutipan novel ini terdapat di halaman 382 “Aisha, temani Maria dan ceritakan padanya semua yang sedang aku alami.. insya Allah, aku akan melakukan tugasku dengan baik....”. Kemudian ada tokoh yang bernama Noura, dia mempunyai sifat penakut, hal ini dapat kita temukan dalam kutipan novel di halaman 256 “ Mereka menanyakan  padaku siapa yang telah menghamiliku. Aku tak mau berterus terang  bahwa Bahadur yang menghamiliku dengan memperkosaku...”. selanjutnya ada Tuan Boutros, beliau mempunyai sifat yang kalem, dimana dalam novel ini terdapat kutipan yang menggambarkan bahwa dirinya kalem di halaman 125 “Tuan Boutros menggurutu giginya....tapi mukanya tetap tenang memendang ke depan...”. Dan terakhir ada tokoh yang bernama Madame Nahed, beliau mempunyai sifat penyayang, hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 366 “ Tolonglah, aku tak mau kehilangan Maria”. Jadi dapat kita simpulkan bahwa penokohan yang ada disetiap tokoh tampak jelas dalam kutipan novel ini.
Selanjutnya kita dapat mengetahui setting atau latar tempat dalam novel ini yang pertama di Kairo, Mesir. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 15 “Tengah hari ini, kota Kairo seakan membara. Matahari berpijar ditengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi.”. yang kedua di Masjid. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 29 “Panggilan iqamat terdengar bersahut-sahutan. Panggilan mulia itu terdengar sangat menentramkan hati. Pintu-pintu meraih kebahagiaan dan kesejahteraan masih terbuka lebar-lebar. Kupercepat langkah. Tiga puluh meter di depan adalah Masjid Al-Fath Al-Islami”. Yang ketiga di Rumah sakit. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 45 “Menjelang maghrib Dokter Ramzi Shakir memberi tahu setelah melihat hasil foto CT scan kepalaku, aku harus dioperasi. Ada gumpalan darah beku yang harus dikeluarkan”. Yang keempat di Restoran. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 285 “Akhirnya tian Boutros memarkir mobilnya di halaman sebuah restoran mewah. Cleopatra restaurant namanya. Terletak di pinggir sungai Nil. Bersebelahan dengan good shot dan maadi yacht club”. Yang kelima di San Stefano, Alexandria. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 293 “Selesai pelatihan kami mempersiapkan segala sesuatu untuk pergi ke Alexandria. Dengan cermat Aisha mendata semua keperluan yang harus dibawa”. Dan yang terakhir di penjara. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel di halaman 256 “Aku dibawa ke markas polisi Abbasca. Diseret seperti anjing kurap. Lalu diinterogasi habis-habisan, dibentak-bentak, dimaki-maki dan disumpah serapahi dengan kata-kata kotor”.
Selanjutnya latar waktu, dimana waktu yang digunakan dalam novel ini ada siang, petang, dan sore. Disini dapat kita buktikan langsung dalam kutipan yang menunjukkan bahwa pada saat itu waktu menunjukkan siang hari ada di halaman 15 “Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar ditengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seakan menguapkan bau neraka”. Kalau sore hari ada di halaman 375 “Tepat saat adzan ashar berkumandang mereka sampai di masjid tempat akad nikah akan dilangsungkan”. Kalau petang hari ada di halaman 45 “Menjelang maghrib Dokter Ramzi Shakir memberi tahu setelah melihat hasil foto CT scan kepalaku, aku harus dioperasi”.
Kemudian ada latar suasana, dimana suasana yang digunakan dalam cerita tersebut ada yang menyedihkan, menyenangkan, dan menegangkan. Hal ini dapat kita buktikan dalam kutipan di halaman 402 yang sangat menyedihkan karena kehilangan seseorang “Ia tetap tersenyum. Menatapku tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya yang benig itu tertutup rapat, kuperiksa nafasnya telah tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar detaknya. Aku tak kuasa menahan derasnya lelehan airmata. Aisha juga. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun”. Selanjutnya suasana yang menyenangkan, terdapat dalam kutipan di halaman 375 “Tepat saat adzan ashar berkumandang mereka sampai di masjid tempat akad nikah akan dilangsungkan. Sudah banyak teman-teman mahasiswa  Indonesia dan mahasiswa Turki yang sampai di sana. Aisha dan dua  bibinya langsung menuju lantai dua tempat jamaah wanita. Acara dilangsungkan di depan mihrab masjid. Syaikh Ustman, Syaikh Prof.Dr. Abdul Ghafur Jafar, Bapak Atdikbud, Eqbal Hakan Erbakan, Akbar Ali   dan beberapa syaikh Mesir yang diundang Syaikh Ustman duduk dengan khidmat tepat di depan mihrab menghadap ke arah jamaah dan hadirin yang memenuhi masjid”. Sedangkan suasana yang menegangkan terdapat dalam kutipan pada halaman 343 “Persidangan kedua sangat menegangkan. Tuan Boutros hadir  memberikan kesaksiannya. Beliau membantah keteranagn Noura”. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa dari setiap kutipan-kutipan di atas tampak jelas latar tempat, waktu dan suasana yang digunakan dalam novel tersebut.
Selanjutnya dalam novel ini menggunakan alur campuran, pada awalnya saya mengira bahwa novel ini mnggunkan alur maju, tapi setelah saya baca dengan teliti di sisi lain pengarang juga sering memperlihatkan kisah masa lalu dari tokoh-tokoh novel tersebut, sehingga saya ikut terhanyut flashback ke masa lalu itu. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan dalam novel ini. Kutipan tersebut terdapat di halaman 73 “sedangkan Saiful yang waktu SMP pernah di ajak ayahnya ke Turki bercerita tentang indahnya malam di teluk Borpolus. Ia bercerita detil teluk Borpolus. Lalu mengajak kami membayangkan bagaimana Sultan Muhammad Al-Fatir Konstantinopel dengan memindahkan puluhan kapal di malam hari lewat daratan dan menjadikan kapal itu jembatan untuk menembus benteng pertahanan Konstantinopel”. Dan dalam novel ini sudut pandang yang di pakai oleh pengarang adalah sudut pandang  orang pertama pelaku utama. Sebab kata-kata yang digunakan dalam novel ini menggunakan kata “Aku”. Hal ini menunjukkan bahwa pengarang menceritakan peristiwa-peristiwa dan persoalan-persoalan yang menyangkut diri pelaku secara lebih jelas. Hal ini tampak jelas dalam kutipan dalam novel ini di halaman 18 “aku sedikit ragu mau membuka pintu. Hatiku ketar-ketir. Angin sahara terdengar mendesau-desau. Keras dan kacau. Tak bisa dibayangkan betapa kacaunya di luar sana.”. Adapun gaya bahasa yang di pakai dalam novel ini adalah gaya bahasa hiperbola, asosiasi, dan personifikasi. Hal ini dapat kita temukan dalam kutipan-kutipan yang ada didalam novel tersebut. Kutipannya terdapat di halaman 15 " Tengah hari ini, kota Kairo seakan membara” kutipan kedua “Matahari berpijar ditengah petala langit” dan kutipan ketiga “Tanah dan pasir seakan menguapkan bau neraka”. Sedangkan gaya bahasa yang asosiasi terdapat di halaman 15 “Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi.” Dan terakhir gaya bahasa yang menggunakan personifikasi yang terdapat dalam kutipan novel di halaman 15 “Hembusan angin sahara disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin tinggi dari detik ke detik.”. Dari semua kutipan-kutipan yang sudah dipaparkan tampak jelas bahwasanya dalam novel ini memang menggunakan beberapa gaya bahasa yang digunakan.
Terakhir amanat yang disampaikan oleh pengarang melalui novel ayat-ayat cinta ini adalah selalu berusaha dan bekerja keras jika kamu ingin mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan harus selalu bersabar dalam menghadapi kehidupan serta ikhlas dalam menjalaninya dan jangan mudah putus asa sebab dalam merencanakan sesuatu pasti akan ada halangan yang menghadang tujuan yang ingin dicapai.
Itulah hasil kritik objektif yang saya dapatkan berdasarkan unsur intrinsik dalam novel ayat-ayat cinta karya Habiburrahman El Shirazy.


*bagian tugas mata kuliah kritik & essai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar