Selasa, 06 Juni 2017

Tugas Uas Membuat Kritik Sastra



Novel Assalamualaikum Beijing ditulis oleh Asma Nadia yang menceritakan tentang kisah Dewa dan Ra yang menjalin hubungan kasih sejak duduk di bangku kuliah, dan tinggal selangkah lagi menuju gerbang pernikahan. Namun satu kekhilafan Dewa bersama Anita, rekan kerjanya yang memang telah lama jatuh hati padanya, membuat rencana indah itu harus buyar selamanya, dan Dewa terpaksa menikahi Anita yang hamil akibat kekhilafan tersebut. Namun sudah sekian lama dewa menjadi suami anita tetap saja Dewa masih mencintai Ra. Tapi Ra sudah mempunyai cowok yang siap untuk menikahinya dan akhirnya Ra hidup bahagia bersama suami pilihanya bernama zhoghwen.
Nah, dari sinopsis singkat tersebut dapat kita simpulkan bahwa tema dalam cerita ini ialah kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup termasuk pengkhianatan cinta, penyakit, rumah tangga, cinta segitiga, dan keimanan. Adapun tokoh dalam cerita ini ada Dewa, Asmara, Sekar, Zhoghwen, Ridwan, dan Anita. Dimana dalam tokoh Dewa ini mempunyai sifat tidak peduli dan dingin terhadap istri, egois, kasar, ambisius. Hal ini disebabkan karena Dewa tidak mencintai Anita seperti Dewa mencintai Asma, itulah yang menyebabkan sikap dingin, acuh tak acuh yang diberikan Dewa terhadap Anita. Hal ini dapat kita buktikan dalam kutipan novel dihalaman 117 “sikap tak acuh dan tak peduli yang di tujukannya kepada sang istri, di awal-awal mungkin bisa di maklumi”. Yang kedua dihalaman 118 “namun, sikap dewa tetap dingin, dan tidak peduli. Bahkan tidak mau terlibat setiap pemeriksaan kandungan”. Yang ketiga dihalaman 120 “anita ingin protes, tetapi menurut ibunya, biarkan lelaki merasa benar. Egoisnya memang begitu lihat saja bapak”. Yang keempat dihalaman 120 “kamu minta aku peduli akan anak, yang bahkan belum tentu darah daging aku?”. Yang kelima dihalaman 219 “menurut bayu, sahabatnya bagai orang ambisius yang kehilangan akal, sehingga apapun di lakukan , termasuk menceraikan istri setelah anak mereka lahir”.
Kemudian ada tokoh yang bernama Asma dimana dia mempunyai sifat yang tegar, mandiri, ceroboh, kuat, tabah. Hal ini disebabkan karena Dewa telah mengkhianati hati Asma sehingga Asma menjadi sosok yang tegar, kuat, dan tabah dengan apa yang telah terjadi semuanya didalam kehidupan Asma. Hal ini dapat kita buktikan dalam kutipan novel dihalaman 77 “benar dirinya patah hati, terluka, sakit. namun, rasa sakit akan menguatkan seseorang menampaki hidup”. Yang kedua dihalaman 104 “kebalikan dari Ra yang mandiri dan terkesan tak membutuhkan siapa-siapa”. Yang ketiga dihalaman 15 “ya, asma dengan kecerobohan kecilnya menghilangkan kartu nama itu, bahkan sebelum sampai di penginapan”. Yang keempat dihalaman 129 “dia belum pernah melihat putrinya yang tegar menahan perasaan seperti sekarang ini”. Yang kelima dihalaman 268 “lapis demi lapis ketegarannya telah dibangunnya susah payah”. Yang kelima dihalaman 210 “Asma tak ingin kehilangan keyakinan, walaupun berulang-ulang suntikan heparin harus di terima, hingga kulitnya berlebam biru-biru di mana-mana”. Yang keenam dihalaman 242 “Ketabahan Asma sungguh meringankan mama maupun sekar”.
Selanjutnya ada tokoh yang bernama sekar. Dia mempunyai sifat yang keras kepala hal ini bisa kita buktikan dikutipan novel halaman 158 “sekar yang keras kepala menggeleng. menurutnya rindu adalah awal dari cinta dan cinta merupakan gerbang keinginan untuk menikah dan menghabiskan hidup bersama seseorang”.
Terus ada tokoh yang bernama Zhongwen, dimana dia mempunyai sifat yang jujur dan teguh terhadap pendiriannya. Hal ini dapat kita buktikan di dalam kutipan novel dihalaman 99 “keberuntungan bertemu kembali dengan gadis yang di hadapanya, tidak boleh rusak dengan satu ketidakjujuran. I’d love you, but it’s only open to muslims”. Kutipan kedua dihalaman 148 “Zhongwen megang teguh prinsip itu. Seorang lelaki menuntutnya telah kehilangan kehormatan ketika kata-katanya tak bisa laki dipertanggungjawabkan”.
Kemudian ada tokoh bernama Ridwan. Dimana dia memiliki sifat yang baik, dan peduli. Hal ini dapat kita buktikan langsung dikutipan novel halaman 160 “sekar termasuk dari yang sedikit itu. Suaminya masih sama, bukan pribadi romantis seperti aktor-aktor drama korea yang di gandrungi sahabtnya. Namaun, dia baik dan peduli . selama Asma sakit, mas ridwan pula yang bertindak seperti abang tertua”. Dan terakhir ada Anita. Dimana tokoh Anita ini dia memiliki sifat yang sabar, cemburu, dan baik. Hal ini dapat kita buktikan langsung dihalaman 104 “benar, perempuan itu mencoba melayaninya dengan baik”. Kutipan kedua dihalaman 105 “mungkin apa yang di lakukan Anita cocok untuk suami-suami lain yang senang  istrinya jungkir balik melayani”. Kutipan ketiga dihalaman 117 “kandungannya sudah seamakin besar. Namun, dewa tak pernah peduli”. Kutipan keempat dihalaman 120 “cemburu berat menguras kesabaran anita, semakin akut seiring kandungan yang kian tua”. Jadi dapat kita simpulkan bahwa penokohan yang ada disetiap tokoh tampak jelas dalam kutipan-kutipan didalam novel ini.
Selanjutnya kita dapat mengetahui setting atau latar tempat dalam novel ini yang pertama di Halte. Hal ini dapat kita buktikan langsung dihalaman 4 “senja mulai turun. Sekitar halte makin sepi. satu-dua pedagang asongan yang mangkal mulai memberesi dagangannya.”. hal ini disebabkan karena malam akan segera tiba, tentu saja apabila magrib telah tiba suasana dihalte akan semakin sepi jika semakin malam. kedua di Beijing. Hal ini dapat kita buktikan juga dihalaman 25 “ada tanda emoticon mungil berwarna merah mewakili kemarahan sekar saat mereka chatting, pada malam pertama Asma di beijing”. Kemudian dihalaman 28 “dari terminal Deshengmen di pusat kota beijing, yang akan membawa wisatawan ke bangunan ke banggaan rakyat china itu”. Dari kutipan ini terlihat jelas bahwa latar tempat yang digunakan adalah Beijing. Ketiga di The Great Wall. Hal ini dapat kita buktikan dihalaman 55 “perjalanan ke the great wall di laluinya hanya dengan berteman kamera”. Keempat di The Forbidden City. Hal ini juga bisa kita buktikan dalam kutipan novel dihalaman 69 “bayangan itu tak melintas dalam pandangan. Tetap tidak terlihat sekalipun dia meneruskan pencarian ke the forbidden city”.  Kelima di Masjid Niujie. Hal ini dapat kita buktikan dihalaman 95 “di depan pintu gerbang area masjid, dia menemukan gadis yang di carinya”. Dan terakhir latar tempat dinovel ini ada di rumah sakit. Hal ini dapat kita buktikan didalam kutipan novel halaman 128 “sementara mas ridwan mengikuti langkah dokter untuk mencari informasi selanjutnya”.  Kemudian dihalaman 129 “seminggu di rumah sakit, maa dan sekar bergantian menemani”. Selanjutnya dihalaman 207 “di ranjang putih Asma menatap mama yang terlelap di sisinya”. Dihalaman 311 “lelaki itu menatap langit-langit putih rumah sakit, menikmati hening di sekeliling”. Dan dihalaman 225 “saat memandangi mama yang menemaninya di rumah sakit”.
Selanjutnya latar waktu, dimana waktu yang digunakan dalam novel ini ada siang, senja, sore dan malam. Disini dapat kita buktikan langsung dalam kutipan yang menunjukkan bahwa pada saat itu waktu menunjukkan pagi hari ada di halaman 36 “paginya, dengan wajah lesu Dewa berjalan meninggalkan rumah Anita”. Kemudian dihalaman 157 “puncaknya pagi ini gadis itu merasakan dadanya sakit”. Kalau waktu senja ada dihalaman 6 “senja menjelang malam. Dewa masih menundukkan wajah dalam, seperti menahan tangis”. Kalau sore hari bisa kita lihat dihalaman 112 “sebelumnya, sepulang dari masjid Niujie, sorenya mereka menyusuri Hutong”. Dan dihalaman 269 “hanya lelaki yang duduk di sisinya sore itu di dalam bus yag tampak gembira seakan nama gadis itu unik dan mengingatkannya pada sesuatu yang sangat berarti”. Dan terakhir latar waktu pada novel ini juga terdapat di malam hari. Hal ini dapat kita lihat dihalaman 12 “asma membuka mata lebar-lebar, encoba menerobos gelap malam mulai membentang”. Kemudian dihalaman 27 “Asma mengembus nafas. malam semakin larut”. Selanjutnya dihalaman 29 “pukul 23.30 malam. Dengan hati-hati , Asma meletakkan kamera DSLR yang lensanya baru dia bersihkan di sisi ranjang”. Kemudian dihalaman 206 “makan malam terhidang”. Dan terakhir dihalaman 311 “sepanjang malam mencoba mengucapkan sedikit doa yang dihafalnya”.
Kemudian ada latar suasana, dimana suasana yang digunakan dalam cerita tersebut ada yang sepi, bahagia, cemas, kesal, tersakiti, gelap, perih, dan sedih. Hal ini dapat kita buktikan dalam kutipan di halaman 1 yang menggambarkan latar suasana didalam novel tersebut terasa sepi adalah “suasana halte saat akhir pekan tidak terlalu ramai. hanya satu dua mahasiswa tampak menunggu bus”. Kutipan selanjutnya dihalaman 229 “suasana sekitar sepi. Hanya terdengar langkah-langkah pesawat, mungkin satu dua keluarga pasien yang menunggui”. Kemudian suasana yang bahagia dapat kita buktikan dihalaman 58 “Asma nyaris bersorak. Bahagianya mungkin mengalahkan para pendaki gunung”. Ada juga suasana yang digambarkan dalam bentuk kecemasan yang bisa dibuktikan dihalaman 107 “letih rasanya menghadapi berbagai kecemasan dan prasangkanya”. Kutipan kedua halaman 129 “ada kecemasan yang ingin di hindari, tetapi sulit diusir dari benak”. Kemudian suasana kesal. Dapat kita lihat dihalaman 117 “ perempuan cantik itu melengkuh kesal”. Selanjutnya ada juga suasana yang bisa dikatakan tersakiti. Hal ini dapat kita buktikan dihalaman 137 “ luka yang di torehkan lelaki itu begitu dalam, sehingga perlu waktu lama sebelum dia berdamai dengan segudang kemarahan, kekecewaan yang begitu banyak why yang tak menemukan jawaban”. Dan terakhir ada suasana yang gelap. Hal ini dapat kita buktikan dihalaman 141 “suasana gelap, diruangan tempat dia berbaring tak ada siapa-siapa”. Kedua dihalaman 228 “perempuan itu membaringkan tubuhnya di sebelah sisi ranjang anaknya. Mereka lalu berpegangan tangan dalam gelap”. Ketiga dihalaman 267 “membuat langit mendadak gelap dan angin bertiup kencang”. Dan terakhir suasana yang menyedihkan. Hal ini dapat kita buktikan dihalaman 227 “perasaan sedih tiba-tiba menelusup”. Kedua kutipan dihalaman 264 “ kehilangan rumah, dan orang-orang yang dia cintai. Kesedihan itu pasti”. Kutipan ketiga dihalaman 285 “sesuatu memukul-mukul batin dewa. Kecewa, sedih, marah. Entahlah.” .
Dan terakhir ada latar ruang. Dimana dalam novel ini ada terdapat dipenginapan, rumah, kamar tidur, dan kamar mandi. Hal ini dapat kita buktikan langsung dalam kutipan novel dihalaman 30 yang menunjukkan latar ruang yang digunakan ada dipenginapan “ penginapan sederhana yang AC-nya terlalu dingin membuat Asma merapatkan jaket”. Kemudian ada latar ruangnya di rumah. Hal ini dapat kita buktikan dihalaman 35 “Anita yang berusan masuk kamar, keluar dengan pakaian tidur”. Kemudian di kamar tidur. Hal ini dapat kita lihat langsung dihalaman 117 “Anita bangkit dari posisi tidurnya mendekatkan wajah ke arah dewa yang berbaring memunggungi”. Dan terakhir di kamar mandi. Hal ini juga dapat kita lihat dihalaman 157 “sekar yang sedang menonton drama seri korea di kamar gadis itu, kaget menemukan sahabatnya terduduk di kamar mandi tampak kesakitan sambil terus memegangi dada sebelah kiri”. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa dari setiap kutipan-kutipan di atas tampak jelas latar tempat, waktu, suasana, dan ruang  yang digunakan dalam novel tersebut.
Selanjutnyaa alur yang digunakan adalah alur maju karena terlihat dari ceritanya yang pada awalnya seperti menceritakan dua tokoh tetapi ternyata itu adalah satu tokoh. Sedangkan sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga pelaku utama dimana dalam novel Assalamualaikum Beijing tokoh utama dari novel ini adalah Asma. Kemudian dalam novel ini menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca, sehingga pembaca tidak kesulitan dalam mencerna kalimat-kalimat disetiap babnya. Dan terakhir amanat yang disampaikan oleh pengarang melalui novel Assalamualaikum Beijing ini adalah tetaplah selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. Dan jangan mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan yang ada.
Itulah hasil kritik objektif yang saya dapatkan berdasarkan unsur intrinsik dalam novel Assalamualaikum beijing karya Asma Nadia.

Jumat, 19 Mei 2017

Tugas Uas Membuat Esai



Dulu dan Sekarang di Desa Baturijal





Baturijal adalah sebuah nama desa yang terletak di Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Desa ini berada di tepi Batang Kuantan dan disana terdapat sebuah kehidupan. Dalam kesehariannya, Baturijal tidak dapat dipisahkan dengan Batang Kuantan. Baturijal dan Batang Kuantan sudah menyatu, karena Batang Kuantanlah desa Baturijal itu ada, tumbuh dan berkembang. Batang Kuantan merupakan sarana transportasi utama bagi masyarakat Baturijal. Dengan menggunakan perahu sebagai kendaraan yang mampu membawa barang dagangan ke pedalaman sampai ke Teluk Kuantan yang berjarak mungkin kurang lebih 300 KM dari pantai.
Di tepi Kuantan ini ada masjid Raya kenegerian Baturijal berdiri. Masjid ini merupakan sebuah masjid pusaka peninggalan orang-orang dahulu yang berusia 200 tahun dan sudah berulang kali renovasi. Disebelah timur masjid ada sebuah kolam, untuk tempat berwudhu atau sekedar mencuci kaki, namun masyarakat lebih senang turun berwudhu ke Batang Kuantan. Padahal ketika musim kemarau tiba, tebing itu benar-benar tinggi jika mau kebawah harus menuruni paling tidak 20 anak tangga yang terbuat dari batang kelapa yang paling tinggi. Selain adanya masjid di Tepi Kuantan ini juga terdapat pasar. Namun pasar ini tidak berkembang dan tutup dengan sendirinya.
Selain itu desa Baturijal termasuk desa yang unik dimana bahasanya berbeda dengan yang ada di desa yang mengapitnya yaitu disebelah hilir ada Peranap dan disebelah hulu ada Cerenti. Mereka mengatakan ambo, den, atau deyen untuk orang pertama tunggal, sedangkan untuk orang kedua tunggal mereka menyebutnya waang. Hal ini berbeda dengan Baturijal, kalau orang Baturijal untuk kata ganti orang pertama tunggal panggilannya adalah ngan, sedangkan untuk kata ganti orang kedua tunggal khusus untuk laki-laki mereka menyebutnya kan, sedangkan untuk perempuan mereka menyebutnya kau. Sedangkan untuk kata ganti orang kedua jamak mereka menyebutnya klen.
Keunikan yang lain dapat kita lihat dari percakapan sehari-hari yang digunakan orang Peranap dan orang Cerenti, yang hampir sama dengan orang Minang. Perbedaannya hanya pada huruf e pada suku pertama sedangkan orang Minang mengucapkannya dengan a. Misalnya dekat dalam bahasa Indonesia, orang Peranap dan orang Cerenti menyebutnya dengan dokek, sedangkan orang Minang menyebutnya dengan dakek. Sedangkan pengucapan orang Baturijal tetap dekat sama dengan aslinya dari Bahasa Indonesia.
Dalam segi panggilan orang Baturijal selalu mengaitkan dengan urutan kelahiran. Yang paling tua atau tuo dipanggil Wo, sedangkan yang paling muda atau mudo dipanggil Do. Antara yang tua dan yang muda ada yang tengah dipanggil Ngah, sedangkan untuk panggilan nomor empat di panggil Cik atau paling kecik. Jika anaknya lebih dari empat maka panggilannya tidak terlalu terikat.
Tapi sekarang panggilan-panggilan seperti itu sudah jarang bisa kita temui meskipun ada, tapi hanya segelintir orang yang masih menggunakannya sebab anak-anak zaman sekarang diajarkan untuk memanggil orangtuanya dengan panggilan yang sudah kekinian. Ada yang memanggil mama, papa, umi, abi, papi, mami, ayah, bunda dan sebagainya. Sehingga panggilan yang biasannya digunakan dengan menyebut mak dan abah sekarang telah berubah. Dan dari segi bahasa yang digunakan telah jarang masyarakat menggunakan bahasa Baturijal, mereka kebanyakan menggunakan bahasa-bahasa ibukota seperti dong, sih, lu dan gue. Hal ini didapatkan dari sinetron yang ditayangkan ditelevisi.
Perkembangan desa Baturijal ikut dan sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi. Dengan masuknya listrik, tayangan TV setiap saat sudah menjadi biasa dan bisa menjadi kebutuhan masyarakat. Kalau dulu, selepas magrib anak-anak di bawah umur 10 tahun belajar mengaji tapi sekarang menonton TV. Dulu anak-anak remaja rata-rata pandai berenang karena asik bermain disekitaran Batang Kuantan, tapi sekarang anak-anak remaja malah asik bermain Play Station. Dulu dan sekarang cara berfikirnya sudah berubah 180 derajat. Dulu, kalau masih dapat dibuat mengapa membeli. Sekarang, kalau masih dapat dibeli mengapa susah-susah membuat.
Tidak hanya itu saja dulu apabila bulan puasa telah tiba, masyarakat Baturijal selalu menyambutnya dengan luar biasa seperti Mandi Balimau, teraweh dan tadarus, perang bedil buluh, syafari ramadhan, memasang sejedah mengharap berkah, melemang dan gelamai, takbir keliling, serta halal bi halal. Namun sekarang semuanya telah berbeda kebanyakan keluarga di Baturijal rata-rata menjadi pengawai dan sebagian ada juga yang tinggal di kota-kota sehingga tidak semua dapat pulang kampung pada saat bulan puasa. Paling-paling pulang pada waktu hari raya saja. Sekolah pun tidak libur sebulan penuh, paling-paling hanya awal dan akhir di bulan puasa saja yang libur sehingga membuat bulan puasa dulu dan sekarang telah jauh berbeda.
Itulah sebagian kecil perubahan-perubahan yang terjadi di desa Baturijal. Dan sekarang pun Batang Kuantan telah menjadi sebuah kenangan dimana yang dulunya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk minum, mandi, mencuci dan sebagainya tapi sekarang jangankan diminum, untuk mandi saja airnya sudah keruh. Yang dulunya air deras, jernih mengalir tapi sekarang sudah berubah menjadi tenang. Yang dulunya berkilauan karena sinar bulan purnama tapi sekarang menjadi kelam dan sirna.

Kritik Sastra dalam Kajian Pragmatik Puisi "Karena Kata" Karya Sapardi Djoko Damono



KARENA KATA
Karya:  Sapardi Djoko Damono
Karena tak dapat kutemukan
Kata yang paling sepi
Kutelantarkan hati sendiri !
Karena tak dapat kuucapkan
Kata yang paling rindu
Kubiarkan hasrat terbelenggu !
Karena tak dapat kuungkapkan
Kata yang paling cinta
Kupasrahkan saja dalam doa !


Dari analisis yang saya peroleh dari respons beberapa pembaca dapat saya simpulkan bahwa puisi “Karena Kata” karya Sapardi Djoko Damono ini sangat menyentuh hati dan menarik pembaca untuk membaca puisi tersebut. Dalam puisi ini penyair mampu menggambarkan perasaan – perasaannya yang begitu mendalam sehingga tak mampu di ungkapkan dengan kata – kata yang ada, dan dia hanya bisa mencurahkan hanya lewat doa.
Dari beberapa pembaca rata-rata setelah membaca puisi tersebut perasaannya sangat sedih dan terharu karena sebagian pembaca memiliki pengalaman yang sama dengan apa yang digambarkan penyair dalam puisinya. Irama yang digunakan dalam puisi tersebut sangat tepat dalam penggalan katanya, sehingga tiap-tiap baitnya dapat tersusun secara baik dan terstruktur sehingga dapat menjadi sebuah puisi yang indah. Dan nilai positif dari puisi tersebut menurut pembaca adalah rasa berserah diri mungkin jalan terbaik atas segala apapun yang kita rasakan dan dengan cara memasrahkan segalanya pada untaian doa yang dipanjatkan kepada sang pencipta.
Terakhir setelah pembaca atau responden membaca dan menganalisis puisi diatas semuanya berpendapat bahwa puisi tersebut dapat direkomendasikan untuk dibaca oleh semua umur khususnya pelajar dan mahasiswa, karena puisi tersebut menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami.

*bagian tugas mata kuliah kritik & esai

Menulis Kritik dan Esai

Menulis Kritik dan Esai



Tugas Kelompok                                                 Dosen Pembimbing:
Menulis Kritik dan Esai                                     Elvrin Septyanti, S.Pd., M.Pd.




Menulis Kritik dan Esai Melalui Pendekatan Mimetik

Oleh kelompok 7:
         1.     Adib Alfalah                             ( 1505114712 )         
2.     Ulfa Wahyuni                           ( 1505116726 )
3.     Nurul Huda Lestari                 ( 1505117003 )
4.     Fatia Roifah                             ( 1505120479 )
5.     Nurzakiah                                ( 1505121829 )
6.    Rapikawati                               ( 1505122006 )
7.    Warmida Indri                         ( 1505122475 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Menulis Kritik dan Esai Melalui Pendekatan Mimetik”Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Menulis Kritik dan Esai di program studi Bahasa Indonesia Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan  pada Universitas Riau. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak atau ibu selaku dosen pembimbing mata kuliah Menulis Kritik dan Esai dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,  02 Mei  2017



                                                                                      Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................ii
BAB  I  PENDAHULUAN .................................................................1
        1.1   Latar Belakang ..........................................................................  1
        1.2  Rumusan Masalah ......................................................................  2
        1.3  Tujuan Penulisan ........................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................3
2.1   Pengertian Teori Mimetik.......................................................3
2.2   Contoh Esai.............................................................................5
2.3  Kritik Mimetik Terhadap Cerpen “Cinta Lak-laki Biasa”
Karya Asma Nadia................................................................. .6
BAB III PENUTUP ...........................................................................18
3.1 Simpulan ................................................................................18
3.2 Saran ..................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 20



                                                                                      







BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastramenganalisis teks karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk karya sastra, baik yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik adalahkarangan yang menguraikan tentang pertimbangan baik atau buruk suatu karyasastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis . Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan,kebenaran, dan kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapimendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik. Tugas kritik sastra adalahmenganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya sastra . Kehadiran kritik sastraakan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi lebih baik dan berbobotkarena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan sekaligus memberikan perbaikan.
Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Pengarang esai disebut esai. Esai sebagai satu bentuk karangan dapat bersifat informal dan formal. Esai informal mempergunakan bahasa percakapan, dengan bentuk sapaan saya dan seolah-olah ia berbicara langsung dengan pembaca. Adapun esai yang formal pendekatannya serius. Pengarang mempergunakan semua persyaratan penulisan.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber penciptaa karya sastra yang akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang banyak bercerita tentang "kawin" paksa. Maka dibutuhkan sumber dan budaya pada tahun tersebut yang berupa latar belakang sumber penciptaannya.
1.2    Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Teori Mimetik ?
2.    Bagaimana Contoh Esai ?
3.    Bagaimana Kritik Mimetik Terhadap Cerpen “Cinta Lak-laki Biasa” Karya Asma Nadia ?

1.3    Tujuan Penulisan
1.    Mendeskripsikan Pengertian Teori Mimetik
2.    Mendeskripsikan Contoh Esai
3.    Mendeskripsikan Kritik Mimetik Terhadap Cerpen “Cinta Lak-laki Biasa” Karya Asma Nadia




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Teori Mimetik
Jika kita berbicara tentang teori Mimetik, kita tidak dapat terlepas dari pengaruh dua orang filsuf besar dari Yunani, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato menganggap bahwa karya seni berada di bawah kenyataan karena hanya berupa tiruan dari tiruan yang ada dipikiran manusia yang meniru kenyataan. Sementara, Aristoteles sebagai murid dari Plato berbeda pendapat. Aristoteles menganggap karya seni adalah berada di atas kenyataan karena karya seni sebagai katalisator untuk menyucikan jiwa manusia.
Menurut Abrams (1976), Pendekatan Mimetik merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia, sebagai katharsis. Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri (Ratna, 2011: 70).
Pandangan Plato mengenai mimetik sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ide yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan pancaindra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu. Ide mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah (Bertnens, 1979: 13).
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh. Bahkan, ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena. Mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari ide, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari, dan lain sebagainya mampu menghadirkan ide ke dalam bentuk yang dapat disentuh pancaindra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh pancaindra (seperti yang dihasilkan tukang), Mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan (Luxemberg, 1989: 16).
Menurut Plato mimetik hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimetik hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ide (Teew, 1984: 220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan, seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew, 1984: 221).






2.2    Contoh Esai 
Generasi Baru Antikorupsi

Indonesia adalah negara yang agraris dan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Pada dasarnya banyak hasil bumi yang dapat digunakan untuk memajukan dan membuat Indonesia menjadi negara yang berkembang dan mandiri. Keadaan ini belum tentu di miliki oleh negara lain. cukup membagakan bukan?
Namun begitu, ada hal dimana justru sangat disayangkan. Kendati bangsa Indonesia sangat kaya akan hasil buminya, namun sebagian besar rakyatnya justru hidup dalam kemiskinan dan jauh dari taraf kesejahteraan. Masih banyak rakyat Indonesia yang putus sekolah, pengangguran, dan pengobatan, serta tempat tinggal yang tidak layak. Negara yang kaya hasil buminya justru menjadi negara yang tertinggal dari negara-negara tetangga. Kondisi ini akan terus terjadi jika Indonesia masih terus mengimpor bahan pangan dari mereka.
Menyedihkan dan miris memang mendengarnya. Namun ini seakan jadi fenomena yang sudah tidak asing lagi bagi rakyat Indonesia. jadi, wajar jika ada pertanyaan apa yang terjadi sebenarnya? Banyak faktor yang dapat menyebabkan rakyat menjadi sengsara di tengah kekayaan alam Indonesia. salah satunya adalah pengelolaan negara yang masih keliru atau bahkan salah. Contoh kesalahan yang terjadi di dalam pengelolaan negara adalah adanya korupsi yang ada hampir di setiap bidang. 
Korupsi bukan lagi masalah yang wah, melainkan sudah seperti makanan sehari-hari. Terbukti dari setiap tayangan televisi pasti ada saja orang pemerintahan yang melakukan korupsi. Jika saja dilakukan survey, pastilah banyak masyarakat yang muak, bosan, dan eneg mendengar kata korupsi yang ada di negara ini. Mungkin itu alasan mengapa masyarakat Indonedia terkadang hanya diam saja.
Terlalu banyaknya kasus korupsi yang ada di Indonesia, membuat Indonesia terkesan tidak pernah serius dalam menangani setiap kasus yang ada. Seperti tidak ada hukum yang pas untuk membuat jera pada pelakunya. Terkadang, muncul kesan negara adalah surga bagi para koruptor. Entah yang salah moral pelakunya atau memang hukum kita yang kurang tegas. Hal itu menyebabkan banyak koruptor yang justru sepeti tidak merasa bersalah melakukan korupsi. Ada juga yang justru melambaikan dan senyum ketika diintrogasi polisi. Mereka seharusnya malu karena melakukan hal yang memalukan untuk dirinya sendiri, keluarga dan bangsanya sendiri. 
Melihat semua masalah korupsi yang di Indonesia, negara tercinta kita masihkah kita diam saja? Masihkan kita menyerahkan sepenuhnya kasus-kasus korupsi ini kepada pihak yang sama? Tidak! Kita tidak boleh lagi diam, kita generasi baru penerus bangsa. sudah saatnya kita bangkit dengan gerakan antikorupsi. Kita bersama membantu pihak-pihak yang berwenang untuk membabat habis para koruptor. Kita bisa ikut mengawasi dan melaporkan di mana saja kita melihat atau menemukan tanda-tanda atau justru tindakan koruptor. Sudah saatnya kita bertanya kepada diri kita sendiri “ apa yang sudah kita berikan untuk Indonesia? sudahkah kita turut serta membantu pemberantasan korupsi? Karena untuk bisa memutus tali korupsi dapat dimulai dari diri sendiri. Dengan menjadi pribadi yang bersih, jujur, dan berkarakter antikorupsi, kita percaya pasti koruptor akan semakin berkurang dan lama-lama akan menghilang. Saatnya memulai dari hal yang kecil untuk hasil yang besar.

2.3    Kritik Mimetik Terhadap Cerpen “Cinta Lak-laki Biasa” Karya Asma Nadia
Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.
Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!
Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.
Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!
Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.
Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?
Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.
Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.
Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.
Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.
Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..
Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!
Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.
Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.
Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.
Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.
Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.
Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.
Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.
Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.
Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.
Dokter?
Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.
Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
Pendarahan hebat!
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.
Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.
Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra.
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,
Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.
Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.
Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.
Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.
Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.
Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!
Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.
Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsisempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..


Kritik mimetik dalam cerpen cinta laki-laki biasa karya Asma Nadia
Cerpen berjudul cinta laki-laki biasa ini menceritakan suatu kisah yang sangat sering terjadi pada kehidupan pernikahan sepasang kekasih. Bisa saja cerita yang diangkat Asma Nadia ini sudah banyak terjadi di masa lampau, masa sekarang dan bahkan sangat ada kemungkinan akan banyak terjadi pada masa yang akan datang. Karena kisah pernikahan seperti yang diceritakan dalam cerpen ini adalah contoh realita kehidupan yang benar-benar fakta sering di alami pasangan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Penulis mengangkat cerita umum yang mungkin menjadi keresahan banyak wanita dalam mencari laki-laki untuk dijadikan pasangan hidupnya. Menurut saya penulis dalam cerita ini juga ingin menyampaikan  pemikirannya yang tidak setuju terhadap pandangan-pandangan banyak masyarakat ketika melihat sepasang suami istri menikah dan jika derajat seorang wanita lebih tinggi dari pada derajat seorang laki-laki maka seorang laki-laki itu diangggap tidak pantas dan tidak berhak menikahi wanitanya.
Dalam pandangan masyarakat dari dahulu sampai sekarang atau bahkan sampai ke masa depan nantinya bahwa dalam pernikahan haruslah derajat laki-laki lebih tinggi dari derajat perempuan. Dari realita kehidupan yang terjadi di masyarakat sekarang ini, penulis ingin menyampaikan bahwa konsep pernikahan seperti itu terlalu mengarah pada konsep pernikahan yang hanya memendang harta adalah modal utama dalam pernikahan. Penulis ingin membantah pandangan tersebut, bahwa pernikahan bukan hanya bermodalkan harta, tapi dengan cinta yang setia dan berlandaskan agama maka pernikahan juga akan bisa mambawa pada rumah tangga yang sejahtera dan bahagia. Masyarakat percaya bahwa jika laki-laki derajatnya di bawah derajat perempuan maka pernikahan itu tidak akan sejahtera dan tidak akan bahagia, penulis tidak setuju dengan itu, karena penikahan yang seperti itu adalah pernikahan yang hanya memandang bahagia itu akan tercipta jika memiliki harta yang banyak saja, tetapi bahagia itu bisa tercipta jika dengan cinta yang setia.
Jadi dalam cerpen ini penulis ingin menyampaikan pemikirannya yang berbeda dengan pemikiran-pemikiran masyarakat. Cerpen ini juga bisa memberikan motivasi-motivasi pada pasangan kekasih yang ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan dan sangat cocok dibaca masyarakat pada masa sekarang.























BAB III
PENUTUP
3.1    Simpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan bahwa Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Pengarang esai disebut esais. Esai sebagai satu bentuk karangan dapat bersifat informal dan formal sedangkan Kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Esai sastra, dengan demikian,  bagian dari kritik sastra yang memunyai ciri dan karakteristik sendiri. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat membedakan yang mana kritik dan yang mana esai sastra, ketika kita membutuhkan referensi untuk kepentingan penelitian ataupun penambah wawasan dalam mengasah karya esai kita. Dalam hal ini esai sastra hanya bersifat mengemukakan masalah atau persoalan kepada khalayak ramai, dan bagaimana penyelesaian tersebut terarah kepada pembaca. Sedangkan kritik sastra adalah penilaian terhadap suatu karya sastra melalui proses dengan menggunakan kriteria tertentu.
Esai sastra mempunyai persamaan yang erat dengan kritik sastra teoretis, yang banyak membicarakan  tentang konsep, teori, dan metodologi. Dengan begitu, yang membedakan esai dengan kritik adalah: esei sastra merupakan telah sastra yang menyangkut aspek teorotis sedangkan kritik sastra menyangkut telaahan dan praktis. Tegasnya, esei sastra menyaangkut bahasan tentang sejarah, teori sastra, sastra bandingan, proses kreatif, konsepsi estetik, periodisasi, dan lain. Didalam sebuah esei, sedikit banyaknya aktivitas kritik seperti aspek penghayatan, pengapresiasian, penganalisisan, dan penilaian juga dilakukan tetapi sacara umum dengan lebih menitikberatkan perhatian kepada nilai akademik atau teorotisnya. Sebenarnya, apa saja yang dibicarakan tentang sastra boleh dinamakan esai sastra.
Memberikan kritik dan esai dapat bermanfaat untuk memberikan panduan yang memadai kepada pembaca tentang kualitas sebuah karya. Di samping itu, penulis karya tersebut akan memperoleh masukan, terutama tentang kelemahannya.
3.2    Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan dapat menjadi referensi bagi para pembaca dalam penulisan esai dan kritik dengan baik dan benar. Selain itu, saran dan kritik dari para pembaca juga sangat dibutuhkan demi perkembangan bahasan makalah ini selanjutnya.
























DAFTAR PUSTAKA
Elmustian,rahman dan abdul,jalil.2004.Teori Sastra.Universitas Riau:Labor Bahasa,Sastra, dan Jurnalistik.